LAPORAN PENDAHULUAN CHF / GAGAL JANTUNG KONGESTIF
A.
Definisi
Congestive
Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan
dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan
oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung
(dilatasi) guna menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh
atau mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa
darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak
mampu memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons dengan
menahan air dan garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam
beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga
tubuh klien menjadi bengkak (congestive) (Udjianti, 2010).
Gagal
jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan
patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/ kemampuannya
hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal (Mansjoer dan Triyanti, 2007).
Gagal
jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari struktur atau fungsi
jantung sehingga mengakibatkan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke
jaringan dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Darmojo, 2004 cit
Ardini 2007).
B.
Klasifikasi
New York
Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas: (Mansjoer dan Triyanti, 2007)
kelas 1 Bila
pasien dapat melakukan aktifitas berat tampa keluhan
kelas 2
Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari
aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.
kelas 3 Bila
pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.
kelas 4
Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas
apapun dan harus tirah baring.
C.
Etiologi
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal
jantung kongestif (CHF) dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun
interna, yaitu:
1. Faktor eksterna
(dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia kronis/ berat.
2. Faktor interna
(dari dalam jantung)
a. Disfungsi katup: Ventricular
Septum Defect (VSD), Atria Septum Defect (ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi
mitral.
b. Disritmia: atrial fibrilasi,
ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c. Kerusakan miokard:
kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
d.
Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut
D.
Patofisiologi
Mekanisme
yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung
yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal. Dapat dijelaskan
dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO: Cardiac output)
adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke
Volume).
Frekuensi
jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah jantung berkurang,
sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan
curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi
jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan
diri untuk mempertahankan curah jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap
kontraksi, yang tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu
sinonim dengan Hukum Starling pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah
yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh
panjangnya regangan serabut jantung); (2) Kontraktilitas (mengacu pada
perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan
dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium); (3) Afterload
(mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa
darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole).
Jika terjadi
gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik pada jantung
dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang akibat
penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka
volume dan tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung akan
meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir
diastolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini
berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output
pada saat istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi peningkatan tekanan
diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua atrium,
sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan
meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau
edema sistemik.
Penurunan cardiac
output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau
penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral.
Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium,
frekuensi denyut jantung dan vena; yang akan meningkatkan volume darah sentral
yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini
dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat
mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas
miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien dengan penyakit arteri
koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti
pulmoner.
Aktivasi
sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer. Adaptasi ini
dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika
aktivasi ini sangat meningkat malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan
jaringan. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah
penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang
akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin-angiotensin-aldosteron
juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler perifer
selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi
sodium dan cairan.
Gagal
jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam
sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan.
Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat
peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi
terhadap efek natriuretik dan vasodilator.
E.
Manifestasi klinik
1. Peningkatan volume intravaskular.
2. Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat
turunnya curah jantung.
3. Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis yang menyebabkan
cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli; dimanifestasikan dengan batuk dan
nafas pendek.
4. Edema
perifer umum dan penambahan berat badan akibat peningkatan tekanan vena
sistemik.
5. Pusing,
kekacauan mental (confusion), keletihan, intoleransi jantung terhadap
latihan dan suhu panas, ekstremitas dingin, dan oliguria akibat perfusi darah
dari jantung ke jaringan dan organ yang rendah.
6. Sekresi
aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume intravaskuler
akibat tekanan perfusi ginjal yang menurun (pelepasan renin ginjal).
Sumber: Niken Jayanthi (2010)
F.
Studi Diagnostik CHF
1. Hitung sel darah lengkap: anemia berat atau anemia
gravis atau polisitemia vera
2. Hitung sel darah putih: Lekositosis atau keadaan infeksi lain
3. Analisa gas darah (AGD): menilai derajat gangguan keseimbangan asam basa
baik metabolik maupun respiratorik.
4. Fraksi
lemak: peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yang merupakan resiko
CAD dan penurunan perfusi jaringan
5. Serum
katekolamin: Pemeriksaan untuk mengesampingkan penyakit adrenal
6. Sedimentasi meningkat akibat
adanya inflamasi akut.
7. Tes fungsi
ginjal dan hati: menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap fungsi hepar atau ginjal
8. Tiroid: menilai
peningkatan aktivitas tiroid
9. Echocardiogram:
menilai senosis/ inkompetensi, pembesaran ruang jantung, hipertropi ventrikel
10. Cardiac scan:
menilai underperfusion otot jantung, yang menunjang penurunan kemampuan
kontraksi.
11. Rontgen toraks: untuk menilai
pembesaran jantung dan edema paru.
12. Kateterisasi jantung: Menilai
fraksi ejeksi ventrikel.
13. EKG: menilai hipertropi atrium/
ventrikel, iskemia, infark, dan disritmia
Sumber: Wajan Juni Udjianti (2010)
G. Penatalaksanaan
Tujuan dasar
penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah:
1. Meningkatkan
oksigenasi dengan terapi O2 dan menurunkan konsumsi oksigen dengan
pembatasan aktivitas.
2. Meningkatkan
kontraksi (kontraktilitas) otot jantung dengan digitalisasi.
3. Menurunkan
beban jantung dengan diet rendah garam, diuretik, dan vasodilator.
Penatalaksanaan Medis
1. Meningkatkan
oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2
melalui istirahat/ pembatasan aktifitas
2. Memperbaiki
kontraktilitas otot jantung
a. Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk
tirotoksikosis, miksedema, dan aritmia.
b. Digitalisasi
1). dosis digitalis
a). Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4
- 6 dosis selama 24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari.
b). Digoksin IV
0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
c). Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam.
2). Dosis
penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari. untuk pasien usia
lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
3). Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium
0,25 mg.
Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat:
a). Digoksin: 1
- 1,5 mg IV perlahan-lahan.
b). Cedilamid
0,4 - 0,8 IV perlahan-lahan.
Sumber: Mansjoer dan Triyanti (2007)
Terapi Lain:
1. Koreksi penyebab-penyebab utama
yang dapat diperbaiki antara lain: lesi katup jantung, iskemia miokard,
aritmia, depresi miokardium diinduksi alkohol, pirau intrakrdial, dan keadaan output
tinggi.
2. Edukasi tentang hubungan keluhan,
gejala dengan pengobatan.
3. Posisi setengah duduk.
4. Oksigenasi (2-3 liter/menit).
5. Diet: pembatasan natrium (2 gr
natrium atau 5 gr garam) ditujukan untuk mencegah, mengatur, dan mengurangi
edema, seperti pada hipertensi dan gagal jantung. Rendah garam 2 gr disarankan
pada gagal jantung ringan dan 1 gr pada gagal jantung berat. Jumlah cairan 1
liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
6. Aktivitas fisik: pada gagal
jantung berat dengan pembatasan aktivitas, tetapi bila pasien stabil dianjurkan
peningkatan aktivitas secara teratur. Latihan jasmani dapat berupa jalan kaki
3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20
menit dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan
atau sedang.
7. Hentikan rokok dan alkohol
8. Revaskularisasi koroner
9. Transplantasi jantung
10. Kardoimioplasti
Diagnosa
Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Penurunan curah jantung b/d respon
fisiologis otot jantung, peningkatan frekuensi, dilatasi, hipertrofi atau
peningkatan isi sekuncup
2. Pola nafas tidak efektif b/d
penurunan volume paru
3. Perfusi jaringan tidak efektif b/d
menurunnya curah jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan
thrombus atau emboli
4. Gangguan pertukaran gas b/d
kongesti paru, hipertensi pulmonal, penurunan perifer yang mengakibatkan
asidosis laktat dan penurunan curah jantung.
5. Kelebihan volume cairan b/d
berkurangnya curah jantung, retensi cairan dan natrium oleh ginjal, hipoperfusi
ke jaringan perifer dan hipertensi pulmonal
6. Cemas b/d penyakit kritis,
takut kematian atau kecacatan, perubahan peran dalam lingkungan social atau
ketidakmampuan yang permanen.
7. Kurang pengetahuan b/d keterbatasan
pengetahuan penyakitnya, tindakan yang dilakukan, obat obatan yang diberikan,
komplikasi yang mungkin muncul.
DAFTAR PUSTAKA
Ardini, Desta N. 2007. Perbedaaan Etiologi Gagal
jantung Kongestif pada Usia Lanjut dengan Usia Dewasa Di Rumah Sakit Dr.
Kariadi Januari - Desember 2006. Semarang: UNDIP
Jayanti, N.
2010. Gagal Jantung Kongestif. Dimuat dalam http://rentalhikari.wordpress.com/2010/03/22/lp-gagal-jantung-kongestif/ (diakses
pada 6 Februari 2012)
Johnson, M.,et all. 2000. Nursing Outcomes
Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran,
Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., Iet all. 1996. Nursing
Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle
River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan
NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler.
Jakarta: Salemba medika
Comments