LAPORAN PENDAHULUAN PIELONEFRITIS
PIELONEFRITIS
I.
KONSEP PENYAKIT
A.
PENGERTIAN
Pielonefritis
merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tubulus dan jaringan interstinal
dari salah satu atau kedua ginjal (Smeltzer. S C & Bare. B G, 2002).
Pielonefritis
adalah suatu bentuk infeksi ginjal yang menyebar keluar dari dalam pelvis renis
dan mengenai bagian korteks renal (Hinchliff. S, 1999).
Pielonefritis
adalah inflamasi pada pelvis ginjal dan parenkim ginjal yang disebabkan karena
adanya infeksi oleh bakteri. Infeksi bakteri pada jaringan ginjal yang di mulai
dari saluran kemih bagian bawah terus naik ke ginjal
B.
KLASIFIKASI
Pielonefritis dibagi
menjadi dua macam yaitu :
1.
Pielonefritis akut
Pielonefritis
akut adalah infeksi yang paling berperan dalam menimbulkan morbiditas tetapi
jarang berakhir sebagai gagal ginjal progresif. Pada hampir 90% kasus adalah
perempuan (Price. S A, 2006).
2.
Pielonefritis kronis
Pielonefritis
kronis adalah cedera ginjal progresif yang menunjukkan pembentukan
jaringan parut parenkimal pada pemeriksaan IVP disebabkan oleh infeksi berulang
atau infeksi yang menetap pada ginjal (Price. S A, 2006).
C.
ETIOLOGI
Penyebab pielonfritis
secara umum menurut Smeltzer. S C & Bare. B G, 2002 dan menurut Price. S A,
2006 adalah
1.
Infeksi bakteri, 80%
oleh Escherichia coli dan organisme
lain seperti golongan Proteus,
Klebsiella, Enterobacter dan Pseudomonas.
2.
Refluks uretrovesikal,
dimana katup uretrovesikal yang tidak kompeten menyebabkan urine mengalir balik
ke dalam ureter
3.
Obstruksi traktus
urinarius yang meningkatkan kerentanan ginjal terhadap infeksi
4.
Tumor kandung kemih
5.
Striktur
6.
Hiperplasia prostatik benigna
7.
Batu urinarius
Faktor
predisposisi menurut Price. S A, 2006
1.
Jenis kelamin perempuan
2.
Umur yang lebih tua
3.
Kehamilan
4.
Peralatan kedokteran
terutama kateter menetap
5.
Penyalahgunaan
analgesik secara kronik
6.
Penyakit ginjal
7.
Penyakit metabolik
seperti diabetes
D.
PATOFISIOLOGI
Umumnya
bakteri seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis, Pseudomonas aeruginosa,
dan Staphilococus aureus yang menginfeksi ginjal berasal dari luar tubuh yang
masuk melalui saluran kemih bagian bawah (uretra), merambat ke kandung kemih,
lalu ke ureter (saluran kemih bagian atas yang menghubungkan kandung kemih dan
ginjal) dan tibalah ke ginjal, yang kemudian menyebar dan dapat membentuk
koloni infeksi dalam waktu 24-48 jam. Infeksi bakteri pada ginjal juga dapat
disebarkan melalui alat-alat seperti kateter dan bedah urologis. Bakteri lebih
mudah menyerang ginjal bila terdapat hambatan atau obstruksi saluran kemih yang
mempersulit pengeluaran urin seperti adanya batu atau tumor.
Pada
pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal yang tidak lazim.
Korteks dan medula mengembang dan multipel abses. Resolusi dari inflamasi menghasilkan
fibrosis dan scarring. Pielonefritis kronis muncul setelah periode berulang
dari pielonefritis akut. Ginjal mengalami perubahan degeneratif dan menjadi
kecil serta atrophic. Jika destruksi nefron meluas, dapat berkembang menjadi
gagal ginjal.
E.
MANIFESTASI KLINIS
1.
Pyelonefritis akut
ditandai dengan demam menggigil, nyeri panggul, nyeri tekan pada sudut
kostovetebral (CVA), leukositosis dan adanya bakteri dan sel darah putih dalam
urine. Selain itu, gejala saluran urinarius bawah seperti disuria dan sering
kencing umumnya terjadi. Ginjal biasanya membesar, disertai infiltrasi interstitial
sel-sel inflamasi. Abses dapat dijumpai pada kapsul ginjal dan pada taut
kortikomedularis.
2.
Pielinefritis kronis
biasanya tanpa gejala infeksi kecuali terjadi eksaserbasi. Tanda-tanda umum
mencakup keletihan, sakit kepala, napsu makan rendah, poliuriia, haus yang
berlebihan dan kehilangan berat badan. Infeksi yang menetap atau kambuh dapat
menyebabkan jaringan parut progresif di ginjal disertai gagal ginjal.
Sumber Smeltzer. S C & Bare. B G,
2002
F.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Pielonefritis akut
Suatu urogram intravena
dan ultrasound dapat dilakukan untuk mengetahui lokasi obstruksi di traktus
urinarius. Kultur urine dan uji sensitivitas dilakukan untuk menentukan
organisme penyebab sehingga agens antimikrobial yang tepat dapat diresepkan.
2.
Pielonefritis kronik
Luasnya penyakit dikaji
melalui urogram intravena dan pengukuran BUN, kadar kreatinin dan klirens
kreatinin.
Sumber Smeltzer. S C & Bare. B G,
2002
G.
PENATALAKSANAAN
Infeksi
ginjal akut setelah diobati beberapa minggu biasanya akan sembuh tuntas. Namun residu
infeksi bakteri dapat menyebabkan penyakit kambuh kembali terutama pada
penderita yang kekebalan tubuhnya lemah seperti penderita diabetes atau adanya
sumbatan/hambatan aliran urin misalnya oleh batu, tumor dan sebagainya.
Penatalaksanaan
medis menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:
1.
Mengurangi demam dan
nyeri dan menentukan obat-obat antimikrobial seperti
trimethroprim-sulfamethoxazole (TMF-SMZ, Septra), gentamycin dengan atau tanpa
ampicilin, cephelosporin, atau ciprofloksasin (cipro) selama 14 hari
2.
Merilekskan otot halus
pada ureter dan kandung kemih, meningkatkan rasa nyaman, dan meningkatkan
kapasitas kandung kemih menggunakan obat farmakologi tambahan antispasmodic dan
anticholinergic seperti oxybutinin (Ditropan) dan propantheline (Pro-Banthine)
3.
Pada kasus kronis,
pengobatan difokuskan pada pencegahan kerusakan ginjal secara progresif.
Penatalaksanaan
keperawatan menurut Barbara K. Timby dan Nancy E.Smith tahun 2007:
1.
Mengkaji riwayat medis,
obat-obatan, dan alergi.
2.
Monitor Vital Sign
3.
Melakukan pemeriksaan
fisik
4.
Mengobservasi dan
mendokumentasi karakteristik urine klien.
5.
Mengumpulkan spesimen
urin segar untuk urinalisis.
6.
Memantau input dan
output cairan.
7.
Mengevaluasi hasil tes
laboratorium (BUN, creatinin, serum electrolytes)
8.
Memberikan dorongan
semangat pada klien untuk mengikuti prosedur pengobatan. Karena pada kasus
kronis, pengobatan bertambah lama dan memakan banyak biaya yang dapat membuat
pasien berkecil hati.
H.
KOMPLIKASI
Ada
tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut (Patologi Umum
& Sistematik J. C. E. Underwood, 2002: 669):
1.
Nekrosis papila ginjal.
Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area medula akan terganggu
dan akan diikuti nekrosis papila guinjal, terutama pada penderita diabetes
melitus atau pada tempat terjadinya obstruksi.
2.
Fionefrosis. Terjadi
apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat sekali dengan ginjal.
Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks mengalami supurasi,
sehingga ginjal mengalami peregangan akibat adanya pus.
3.
Abses perinefrik. Pada
waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke dalam jaringan perirenal,
terjadi abses perinefrik.
(http://anthys.blogspot.com/2012/01/askep-pielonefritis-akut.html diakses 28
Februari 2013).
Komplikasi pielonefritis kronis mencakup
penyakit ginjal stadium akhir (mulai dari hilangnya progresifitas nefron akibat
inflamasi kronik dan jaringan parut), hipertensi dan pembentukan batu ginjal
(akibat infeksi kronik disertai organisme pengurai urea, yang mangakibatkan
terbentuknya batu).
(Smeltzer.
S C & Bare. B G, 2002)
II.
ASKEP
A.
PENGKAJIAN
1.
Identitas Klien
Anak wanita dan wanita
dewasa mempunyai insidens infeksi saluran kemih yang lebih tinggi dibandingkan
dengan pria.
2.
Riwayat penyakit
a. Keluhan
utama : Nyeri panggul dan disuria
b. Riwayat
penyakit sekarang : Masuknya bakteri ke ginjal sehingga menyebabkan infeksi
c. Riwayat
penyakit dahulu : Mungkin pasien pernah mengalami penyakit seperti ini
sebelumnya
d. Riwayat
penyakit keluarga : ISK bukanlah penyakit keturunan
3.
Pola fungsi kesehatan
a. Pola
persepsi dan pemeliharaan kesehatan : Kurangnya pengetahuan tentang pencegahan
b. Pola
instirahat dan tidur : Istirahat dan tidur kadang mengalami gangguan karena
gelisah dan nyeri.
c. Pola
eminasi : Kadang mengalami disuria dan sering kencing
d. Pola
aktivitas : Akativitas kadang mengalami gangguan karena rasa nyeri yang kadang
datang
4.
Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda
vital :
·
TD : normal / meningkat
·
Nadi : normal /
meningkat
·
Respirasi : normal /
meningkat
·
Temperatur : meningkat
b. Data
fokus
·
Inpeksi : Frekuensi
miksi bertambah, lemah dan lesu, urine keruh
·
Palpasi : Suhu tubuh
meningkat
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a)
Kekurangan volume
cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
b)
Nyeri akut berhubungan
dengan agens cidera biologis
c)
Hipertermia berhubungan
dengan penyakit
d)
Gangguan eliminasi
urine berhubungan dengan infeksi saluran kemih
e)
Ansietas berhubungan
dengan status kesehatan
C.
RENCANA KEPERAWATAN
a)
Kekurangan volume
cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
NOC : Fluid
balance
Kidney
function
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah kekurangan volume cairan dapat
teratasi dengan indikator
1.
Tekanan darah normal
2.
Tidak terjadi hipertensi
ortostatik
3.
Intake-output seimbang
dalam 24 jam
4.
Serum, elektrolit dan
urinalisa dalam batas normal.
5.
Rasa haus tidak
berlebihan
6.
Berat badan dalam batas
normal/stabil
NIC :
1.
Fluid/electrolyte management
1.1 Monitor
kadar abnormal elektrolit serum
1.2 Sediakan spesimen untuk memonitor gangguan
kadar cairan atau elektrolit (misal: kadar hematokrit, BUN, protein, sodium,
dan potassium)
1.3 Monitor kecenderungan BB harian
1.4 Tingkatkan
inteke
peroral (misal: memberikan cairan kesukaan pasien, letakan ditempat yang
dijangkau, sediakan sedotan, dan sediakan air yang segar)
1.5 Jaga keakuratan catatan intake dan out put.
1.6 Pertahankan
larutan IV yang mengandung elektrolit dalam kecepatan aliran yang konstan
1.7 Konsulkan dengan dokter jika tanda dan
gejala ketidakseimbangan cairan dan elektrolit meningkat atau memburuk
1.8 Monitor
tanda-tanda vital
2.
Medication management
2.1
Tentukan
obat yang dibutuhkan dan berikan sesuai resep dokter
2.2
Monitor keefektifan
pengobatan yang diberikan
2.3
Monitor efek samping
obat
2.4
Ajarkan pada pasien dan
keluarga tentang hasil yang diharapkan dan efek samping obat
b)
Nyeri akut berhubungan
dengan agens cidera biologis
NOC : Comfort
level
Pain control
Pain level
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah nyeri akut dapat teratasi dengan
indikator
1.
Melaporkan perasaan nyaman
2.
Dapat mengurangi nyeri
dengan tindakan non analgetik
3.
Ekspresi wajah dan
perilaku tidak menunjukkan gejala nyeri
4.
Skala nyeri berkurang
NIC :
1.
Analgesic
administration
1.1
Tentukan
lokasi nyeri, karakteristik, kualitas, dan berat nyeri sebelum memberikan pengobatan
1.2
Cek
catatan medis untuk jenis obat, dosis, dan frekuensi pemberian analgetik
1.3
Kaji adanya alergi obat
1.4
Berikan
analgetik sesuai jam pemberian
2.
Pain management
2.1
Kaji
secara komphrehensif tentang nyeri, meliputi: lokasi, karakteristik dan onset, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi
2.2
Gunakan
komunkiasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri
2.3
Tentukan dampak dari
ekspresi nyeri terhadap kualitas hidup: pola tidur, nafsu makan, aktifitas kognisi,
mood, relationship, pekerjaan, tanggung jawab peran
2.4
Berikan
informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama terjadi, dan tindakan
pencegahan
2.5
Ajarkan
penggunaan teknik non-farmakologi (ex: relaksasi, guided imagery, terapi musik,
distraksi, aplikasi panas-dingin, massase, TENS, hipnotis, terapi bermain,
terapi aktivitas, akupresusure)
c)
Hipertermia berhubungan
dengan penyakit
NOC : Thermoregulasi
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah hipertermia teratasi dengan indikator
1.
Suhu tubuh dalam batas normal 36 – 37º C
2.
Nadi dan RR dalam rentang normal
3.
Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada
pusing,
4.
Merasa nyaman
NIC :
1.
Fever treatment
1.1
Monitor suhu sesering mungkin
1.2
Monitor IWL
1.3
Monitor tekanan darah, nadi dan RR
1.4
Monitor WBC, Hb, dan Hct
1.5
Berikan anti piretik
1.6
Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
1.7
Tingkatkan sirkulasi udara
2.
Infection control
2.1
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
klien
2.2
Lakukan universal precautions
2.3
Lakukan perawatan
aseptik pada
semua jalur IV
2.4
Tingkatkan asupan nutrisi
2.5
Anjurkan asupan cairan
2.6
Anjurkan istirahat
2.7
Berikan terapi antibiotik
d)
Gangguan eliminasi
urine berhubungan dengan infeksi saluran kemih
NOC : Urinary
elimination
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah gangguan eliminasi urine dapat
teratasi dengan indikator
1.
Pola eliminasi dalam
rentang normal 5-6 x/hari
2.
Warna, bau dan jumlah
urine dalam rentang normal
NIC :
1.
Urinary elimination
management
1.1
Monitor eliminasi urine
termasuk frekuensi, konsistensi, warna, bau dan
volume
1.2
Monitor tanda dan
gejala dari retensi urine
1.3
Instruksikan
pasien/keluarga untuk melaporkan output urine
e)
Ansietas berhubungan
dengan status kesehatan
NOC : Anxiety
control
Coping
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah ansietas dapat teratasi dengan
indikator
1.
Menggunakan tehnik
relaksasi untuk mengurangi cemas
2.
Melaporkan
stres/cemasnya berkurang
3.
Mencari informasi
berkaitan dengan penyakit dan pengobatan
NIC :
1.
Anxiety reduction
1.1
Jelaskan semua prosedur
termasuk perasaan yang mungkin dialami selama menjalani prosedur
1.2
Bina hubungan saling
percaya
1.3
Dengarkan dengan penuh
perhatian
1.4
Ciptakan suasana saling
percaya
1.5
Dorong orang tua
mengungkapkan perasaan, persepsi dan cemas secara verbal
1.6
Anjurkan untuk
menggunakan teknik relaksasi
1.7
Berikan lingkungan yang
tenang, batasi pengunjung
DAFTAR
PUSTAKA
International. NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan 2012-2014,
Jakarta: EGC
Moorhead. S, 2006, Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth edition, Mosby
Elsevier
Dochterman. J M, 2004, Nursing Interventions Classification (NIC)
Fourth edition, Mosby Elsevier
Smeltzer. S C & Bare, 2002, B G, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8
Volume 2, Jakarta: EGC
Price. S A & Wilson. L M, 2006, Buku Patofisiologi Edisi 6 Volume 2,
Jakarta: EGC
Hinchliff. S, 1999, Kamus Keperawatan, Jakarta: EGC
http://heldaupik.blogspot.com/2012/03/askep-pylonefritis.html
Comments