RJP
MEMAHAMI PENGELOLAAN RESUSITASI JANTUNG PARU SEBAGAI LANDASAN UNTUK
DITERAPKAN PADA ASUHAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL
A. KEGAWATDARURATAN MATERNAL
Diseluruh dunia, satu wanita
meninggal setiap menit akibat komplikasi kehamilan. Di Negara Berkembang,
kematian maternal memang jarang terjadi, namun diperkirakan sekitar 2/3
pelayanan maternal diberikan dengan layanan substandard dalam arti bahwa sebagian
besar kasus kegawatdaruratan obstetrik merupakan kasus yang jarang terjadi
sehingga ketrampilan staf junior dalam mengatasi masalah komplikasi kehamilan
sangat kurang dan kasus kegawat daruratan tersebut tidak memperoleh penanganan
yang baik.
Prinsip pada penanganan penderita
gawat darurat harus cepat dan tepat serta harus dilakukan segera oleh setiap
orang yang pertama menemukan/mengetahui (orang awam, perawat, para medis,
dokter), baik didalam maupun diluar rumah sakit karena kejadian ini dapat
terjadi setiap saat dan menimpa siapa saja.
Gawat darurat adalah suatu kondisi
dimana dapat mengancam nyawa apabila tidak mendapatkan pertolongan secepatnya.
Contoh : gawat nafas, gawat jantung, kejang, koma, trauma kepala dengan
penurunan kesadaran.
Yang termasuk kegawatdaruratan maternal :
1.
Perdarahan
obstetrik
2.
Eklampsia
3.
Retensio
plasenta
4.
Inversio
Uteri
5.
Ruptura
Uteri
Prinsip Penatalaksanaan
Antisipasi dan kesiapsiagaan adalah hal yang amat penting
Peralatan medis untuk menghadapi kegawatdaruratan
harus sudah siap pakai dan semua staf dapat mengoperasionilkan dengan baik,
cepat dan benar.
Ingat :
1.
Pada kasus
obstetri ada 2 jiwa yang harus diselamatkan yaitu Ibu dan Anak
2.
Dalam
situasi kegawatdaruratan maka hitungan detik sangat berharga
3.
Kepanikan
bukan jawaban yang baik
B. RESUSITASI JANTUNG PARU
a. Pengertian
RJP adalah bantuan hidup dasar merupakan bagian dari
pengelolaan gawat darurat medik yang bertujuan untuk :
1. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya
respirasi ( insufisiensi respirasi ) melalui pengenalan atau intervensi segera.
2. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan
ventilasi dari korban yang mengalami henti jantung atau henti nafas melalui
resusitasi jantung paru (CardioPulmonary Resuscitation = CPR ).
Tujuan utama melakukan RJP adalah memberikan oksigen
kepada otak, jantung dan organ-organ vital lainnya, sampai datangnya suatu
pengobatan medik yang definitive dan tepat ( Advance Life Support = Bantuan
Hidup Lanjut ) untuk dapat mengembalikan fungsi jantung dan ventilasi yang
normal. Kecepatan dalam melakukan tindakan RJP sangat menentukan, dan merupakan
kunci untuk sukses.
b. Indikasi
Indikasi untuk melakukan tindakan RJP adalah sebagai
berikut :
1. Henti nafas
Bila terjadi henti nafas primer, jantung akan
meneruskan pemompaan darah untuk beberapa menit, dan cadangan oksigen yang
masih terdapat di paru-paru dan darah akan terus mengalir ke otak dan
organ-organ vital lainnya. Intervensi dini untuk korban-korban dengan henti
nafas atau dengan sumbatan jalan nafas dapat mencegah terjadinya henti jantung. Henti
napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran
udara pernapasan dari korban/pasien. Henti napas merupakan kasus yang
harus dilakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar. Henti napas dapat terjadi pada
keadaan:
· Tenggelam
· Stroke (Mempunyai riwayat hipertensi, trus tiba-tiba
jatuh/pingsan)
· Obstruksi jalan napas (Kerusakan daerah tenggorokan)
· Epiglotitis (Peradangan Pita Suara)
· Overdosis obat-obatan
· Tersengat listrik
· Infark miokard (Serangan Jantung)
· Tersambar petir
· Koma akibat berbagai macam kasus (Pingsan tanpa
penyebab)
Pada awal henti napas oksigen masih dapat masuk
kedalam darah untuk beberapa menit dan jantung masih dapat mensirkulasikan
darah ke otak dan organ vital lainnya, jika pada keadaan ini diberikan bantuan
napas akan sangat bermanfaat agar korban dapat tetap hidup dan mencegah henti
jantung.
2. Henti jantung
Pada saat terjadi henti jantung, secara langsung akan
terjadi henti sirkulasi darah. Henti sirkulasi ini akan dengan cepat
menyebabkan otak dan organ vital kekurangan oksigen. Pernapasan yang terganggu
(tersengal-sengal) merupakan tanda awal akan terjadinya henti jantung.
c. Penatalaksanaan
Jika Kita Bertemu Dengan Orang Seperti Diatas, Apa
Yang Kita Lakukan ?
Ada dua prinsip penting, yaitu pertama jika
kita bertemu dengan orang seperti diatas, jangan lupa untuk memanggil
bantuan, karna RJP hanyalah tindakan pertolongan partama yang selanjutnya
perlu tindakan medis, yang kedua pastikan kondisinya memang sesuai dengan
kriteria RJP melalui pemeriksaan primer.
Pemeriksaan Primer
Prinsip pemeriksaan primer adalah bantuan napas dan
bantuan sirkulasi. Untuk dapat mengingat dengan mudah tindakan survei primer
dirumuskan dengan abjad A, B, C, yaitu:
· A airway (jalan
napas)
· B breathing (bantuan
napas)
· C circulation (bantuan
sirkulasi)
Sebelum melakukan tahapan A (airway),
harus terlebih dahulu dilakukan prosedur awal pada korban/pasien, yaitu :
1. Memastikan keamanan
lingkungan bagi penolong
2. Memastikan kesadaran dari
korban/pasien.
Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak
penolong harus melakukan upaya agar dapat memastikan kesadaran korban/pasien,
dapat dengan cara menyentuh atau menggoyangkan bahu korban/pasien dengan lembut
dan mantap untuk mencegah pergerakan yang berlebihan, sambil memanggil namanya
atau Pak !!! / Bu!!! / Mas!!! /Mbak !!!.
3. Meminta
pertolongan.
Jika ternyata korban/pasien tidak memberikan respon
terhadap panggilan, segera minta bantuan dengan cara berteriak “Tolong
!!!” untuk mengaktifkan sistem pelayanan medis yang lebih lanjut.
4. Memperbaiki
posisi korban/pasien.
Untuk melakukan tindakan RJP yang efektif,
korban/pasien harus dalam posisiterlentang dan berada pada permukaan yang
rata dan keras. jika korban ditemukan dalam posisi miring atau
tengkurap, ubahlah posisi korban ke posisi terlentang.Ingat! penolong
harus membalikkan korban sebagai satu kesatuan antara kepala, leher dan bahu
digerakkan secara bersama-sama. Jika posisi sudah terlentang, korban harus
dipertahankan pada posisi horisontal dengan alas tidur yang keras dan kedua
tangan diletakkan di samping tubuh.
5. Mengatur posisi
penolong.
Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat
memberikan bantuan napas dan sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah posisi
atau menggerakkan lutut.
A.
(AIRWAY) Jalan Napas
Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan melakukan
tindakan :
a)
Pemeriksaan jalan napas
Tindakan
ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh benda
asing. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa
cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi
dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan
menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross
Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada
mulut korban.
b)
Membuka jalan napas
Setelah
jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban tidak
sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink
dan larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan
napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara Tengadah kepala topang dagu (Head
tild – chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula (Rahang Bawah).
B.
(BREATHING) Bantuan napas
Prinsipnya adalah memberikan 2 kali ventilasi sebelum
kompresi dan memberikan 2 kali ventilasi per 10 detik pada saat setelah
kompresi. Terdiri dari 2 tahap :
1. Memastikan
korban/pasien tidak bernapas.
Dengan cara
melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar bunyi napas dan merasakan
hembusan napas korban/pasien. Untuk itu penolong harus mendekatkan telinga di
atas mulut dan hidung korban/pasien, sambil tetap mempertahankan jalan napas
tetap terbuka. Prosedur ini dilakukan tidak boleh melebihi 10 detik.
2.
Memberikan bantuan napas.
Jika
korban/pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukkan melalui mulut ke
mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada
tenggorokan) dengan cara memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali hembusan,
waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah 1,5 – 2 detik dan volume
udara yang dihembuskan adalah 7000 – 1000 ml (10 ml/kg) atau sampai dada
korban/pasien terlihat mengembang. Penolong harus menarik napas dalam pada saat
akan menghembuskan napas agar tercapai volume udara yang cukup. Konsentrasi
oksigen yang dapat diberikan hanya 16 – 17%. Penolong juga harus memperhatikan
respon dari korban/pasien setelah diberikan bantuan napas.
Cara memberikan bantuan pernapasan :
o
Mulut ke mulut
Bantuan pernapasan dengan menggunakan cara ini
merupakan cara yang tepat dan efektif untuk memberikan udara ke paru-paru
korban/pasien. Pada saat dilakukan hembusan napas dari mulut ke mulut, penolong
harus mengambil napas dalam terlebih dahulu dan mulut penolong harus dapat
menutup seluruhnya mulut korban dengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat
mengghembuskan napas dan juga penolong harus menutup lubang hidung
korban/pasien dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk mencegah udara keluar
kembali dari hidung. Volume udara yang diberikan pada kebanyakkan orang dewasa
adalah 700 – 1000 ml (10 ml/kg). Volume udara yang berlebihan dan laju inpirasi
yang terlalu cepat dapat menyebabkan udara memasuki lambung, sehingga terjadi
distensi lambung.
o
Mulut ke hidung
Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari
mulut korban tidak memungkinkan, misalnya pada Trismus atau dimana mulut korban
mengalami luka yang berat, dan sebaliknya jika melalui mulut ke hidung,
penolong harus menutup mulut korban/pasien.
o
Mulut ke Stoma
Pasien yang mengalami laringotomi mempunyai lubang
(stoma) yang menghubungkan trakhea langsung ke kulit. Bila pasien mengalami
kesulitan pernapasan maka harus dilakukan ventilasi dari mulut ke stoma.
C.
(CIRCULATION) Bantuan sirkulasi
Terdiri dari 2 tahapan :
1.
Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban/pasien.
Ada
tidaknya denyut jantung korban/pasien dapat ditentukan dengan meraba arteri
karotis di daerah leher korban/ pasien, dengan dua atau tiga jari tangan (jari
telunjuk dan tengah) penolong dapat meraba pertengahan leher sehingga teraba
trakhea, kemudian kedua jari digeser ke bagian sisi kanan atau kiri kira-kira 1
– 2 cm raba dengan lembut selama 5 – 10 detik.
Jika teraba
denyutan nadi, penolong harus kembali memeriksa pernapasan korban dengan
melakukan manuver tengadah kepala topang dagu untuk menilai pernapasan
korban/pasien. Jika tidak bernapas lakukan bantuan pernapasan, dan jika
bernapas pertahankan jalan napas.
2.
Memberikan bantuan sirkulasi.
Jika telah
dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya dapat diberikan bantuan
sirkulasi atau yang disebut dengan kompresi jantung luar, dilakukan dengan
teknik sebagai berikut :
o Dengan jari
telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga kanan atau kiri
sehingga bertemu dengan tulang dada (sternum).
o Dari pertemuan
tulang iga (tulang sternum) diukur kurang lebih 2 atau 3 jari ke atas. Daerah
tersebut merupakan tempat untuk meletakan tangan penolong dalam memberikan
bantuan sirkulasi.
o Letakkan kedua tangan pada
posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak tangan di atas telapak tangan
yang lainnya, hindari jari-jari tangan menyentuh dinding dada korban/pasien,
jari-jari tangan dapat diluruskan atau menyilang.
o Dengan
posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada korban dengan tenaga
dari berat badannya secara teratur sebanyak 30 kali (dalam 15 detik = 30 kali
kompresi) dengan kedalaman penekanan berkisar antara 1.5 – 2 inci (3,8 –
5 cm).
o Tekanan
pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan dada dibiarkan mengembang kembali
ke posisi semula setiap kali melakukan kompresi dada. Selang waktu yang
dipergunakan untuk melepaskan kompresi harus sama dengan pada saat melakukan
kompresi. (50% Duty Cycle).
o Tangan
tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah posisi tangan pada saat
melepaskan kompresi.
o Rasio
bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 30 : 2 (Tiap 15 detik = 30
kompresi dan 2 kali tiupan nafas), dilakukan baik oleh 1 atau 2 penolong.
Dari
tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai tekanan sistolik 60 – 80 mmHg,
dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan curah jantung (cardiac output)
hanya 25% dari curah jantung normal. Selang waktu mulai dari menemukan pasien
dan dilakukan prosedur dasar sampai dilakukannya tindakan bantuan sirkulasi
(kompresi dada) tidak boleh melebihi 30 detik.
`Penilaian Ulang
Sesudah 4 siklus ventilasi dan
kompresi kemudian korban dievaluasi kembali,
· Jika tidak ada nadi dilakukan kembali kompresi
dan bantuan napas dengan rasio 30:2.
· Jika ada napas dan denyut nadi teraba letakkan korban
pada posisi mantap
· Jika tidak ada napas tetapi nadi teraba, berikan
bantuan napas sebanyak 10 – 12 kali permenit dan monitor nadi setiap saat.
· Jika sudah terdapat pernapasan spontan dan adekuat
serta nadi teraba, jaga agar jalan napas tetap terbuka kemudian korban/pasien
ditidurkan pada posisi sisi mantap.
C. CONTOH PENERAPAN RJP PADA KASUS KEGAWATDARURATAN
MATERNAL
Contoh : Inversio Uteri
Hasil Pengkajian. Manifastasi Klinis meliputi:
2. Nyeri pelvic berat dengan sensasi penuh yang
berlebihan meluas dalam vagina
3. Ekstruksi lapisan uterus dalam ke dalam vagina atau
meluas ke luar introitus vagina
4. Perdarahan pervaginam dan tanda-tanda hipovolemia
Penetalaksanaan.
1. Kenali tanda-tanda inversio yang akan terjadi, dan
segera beri tahudokter dan minta bantuan
2. Reposisi manual uterus segera pada waktu yang
bersamaan dengan inverse akan mencegah terperangkapnya serviks pada uterus;
jika reinversi tidak dilakukan segera, kehilangan darah yang cepat dan banyak
dapat terjadi, yang mengakibatkan syok hipovolemik.
3. Melakukan langkah-langkah untuk mencegah dan membatasi
syok hipovolemik.
a. Masukkan cairan infus dengan jarum nomor besar untuk
penggantian cairan
b. Ukur dan catat tanda-tanda vital setiap 5 sampai 15
menit untuk melihat tanda-tanda perubahan
c. Guyur infuse yang sudah terpasang untuk penggantian
cairan yang optimal
d. Periksa kadar fibrinogen untuk mengetehui pembekuan
darah pasien
e. Bersiap-siap untuk melakukan RJP, jika diperlukan
4. Jika reinversio manual tidak berhasil, siapkan klien
dan keluarga untuk kemungkinan anestesi umum dan pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA
Aswin,
Rahmad. 2010. Nafas
Buatan (Resusitasi Jantung Paru), diakses darihttp://duniakeperawatan.wordpress.com , 6 Maret 2012.
STIK Bina Husada. 2008. Pengantar
Kegawat Daruratan diakses dari http://bina-husada.blogspot.com , 6 Maret 2012.
Diposkan
oleh Lia K. Lisanti di 09:06
Comments